07 April 2009

Petani Kopi di Lampung

Tanggal 15 Januari 2009, sekilas saya baca di harian umum lokal jika Dinas Perkebunan Lampung membagikan sekitar 30’000 bibit kopi unggulan untuk petani kopi yang berasal dari 4 kabupaten: Lampung Barat, Lampung Utara, Way Kanan, dan Pesawaran. Ini merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas dan produksi kopi yang diusahakan oleh rakyat (emang di Lampung ada perkebunan kopi milik pemerintah?? Berapa ya kira2 luasnya….?). Pembagian bibit ini merupakan kegiatan lanjutan dari sebelumnya, yaitu pelatihan budidaya kopi. Tujuan kegiatan tersebut secara umum adalah meningkatkan taraf hidup petani.

Apakah 4 – 5 tahun mendatang hasilnya akan seperti yang diharapkan? Optimisnya sih pasti bagus, kalo pesimis ya gak akan ada hasil deh…. Well kita gak bisa tau 100%, kita bukan cenayang, kita gak bisa tanya dengan REGEyangSAKTI Kirim ke 12345, kita bukan mahluk Tuhan yang mampu melihat beberapa tahun kedepan secara pasti. Kita hanya bisa meyakini, jika kita sudah berusaha dengan baik maka hasilnya akan baik. Jika kita tanam benih unggul maka hasilnya akan unggul. Tapi ini kan baru hipotesa, dugaan awal. Perjalanan kopi dari kebun sampai dengan kopi yang bisa Anda nikmati dari sebuah cangkir merupakan metamorfosa panjang. Bukan hanya benih unggul sebagai tolak ukur tetapi masih banyak faktor lainnya yang diperlukan.

Selayaknya mahluk hidup, pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi selain dipengaruhi faktor “dalam”, juga memerlukan sumber daya dari luar yang optimum untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Sudah hukum alam (saya menganggapnya Sunatullah) jika f(P) = G . E; dimana P= Performance (Tampilan), G = Genetic dan E = Environment (Lingkungan), jadi hasil tampilan sesuatu/satu mahluk hidup merupakan interaksi dari Genetik dan Lingkungan. Salah satu dari kedua faktor dalam fungsi tersebut tidak mendukung maka jangan berharap terlalu banyak.

Nah, sekarang G yang bagus dan baik telah diberikan, pengetahuan tentang pengelolaan tanaman kopi yang benar sudah diberikan, kesiapan petani?? Jangan ditanya, mereka pasti mengusahakannya karena itulah sumber mata pencarian mereka. Lalu pembinaan lanjutan dari aparat? Pasti sudah disiapkan. So, sudah ada usaha untuk menjamin bahwa produksi kopi akan membaik 4 – 5 tahun mendatang, kan? Kesiapan sarana produksinya yang lain? Akan menjadi sebuah pertanyaan rumit dan panjang untuk dijawab. Belakangan ini saja begitu banyak berita yang isinya tentang kelangkaan pupuk.

Jika dianggap tidak ada masalah dengan sarana produksi pertanian terutama untuk kopi, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan pemasaran produk? Selama ini hampir seluruh petani kopi yang notabene adalah petani rakyat menjual kopinya kepada pengumpul-pengumpul lokal. Sepanjang pengetahuan saya, dengan rantai penjualan kopi yang sekarang terjadi, petani sebagai produsen adalah pihak 6 – 7 dari hirarki untuk sampai pada ekportir sebagai pihak perantara konsumen. Normalnya, setiap pihak yang menjadi perpanjangan rantai penjualan akan berusaha mendapatkan untung setidaknya Rp. 25,- (mungkin lebih)….hmm…..

Dengan sedikit masalah di atas masalahnya bukan hanya pada G dan E, sepertinya pemerintah juga harus memberikan jaminan pasar dan harga bagi petani. P yang baik setelah interaksi G.E bukan akhir dari suatu masalah, jaminan terhadap hasil produksi menjadi sangat penting karena produk-lah yang akan memberikan pemasukan secara ekonomi bagi petani. Coba bayangkan jika P sudah baik, lalu tidak ada konsumen sama sekali atau mungkin hanya sedikit karena lemahnya pasar atau lebih disebabkan karena rantai penjualan yang terlalu panjang(?). Ribet ya…

Saya pernah berbicang dengan petani kopi, kebetulan sedang musim kopi. Saya bertanya berapa dia jual kopinya, jawabannya sederhana 15′000 rupiah. Tak ada yang aneh dengan hal, mungkin Anda membayangkan harga tersebut sudah lebih dari cukup. Tapi tahukah Anda jika harga di tingkat eksportir mencapai 18′000 rupiah? …. Ada banyak pembelaan dari masing-masing pihak kenapa terjadi perbedaan harga yang sangat mencolok, termasuk pemerintah. Hayoo…gimana? Kompleks ya… kalo udah gini kira-kira bisa gak petani kita mendapatkan hasil sesuai dengan yang mereka usahakan?

Tidak ada komentar: